Saturday, May 16, 2020

Makassar, First Flying Experience

Notes: Tulisan ini dibuat Mei 2020, while gue ke Makassar Maret 2012. Udah lama banget kan? Jadi detailnya udah banyak yang lupa!


Part 1
Kerja di Maskapai tapi Belum Pernah Naik Pesawat?

Dari umur berapa kalian pertama kali naik pesawat hayoo?

Buat yang keluarganya berada atau mudiknya diseberang pulau, mungkin udah dari bayi naik pesawat. Nah gue yang mudiknya cuma ke Cepu dan bisa dijangkau naik kereta, sama sekali belum pernah sekalipun nyicip naik pesawat. Disisi lain karena untuk biaya hidup dan sekolah aja nyokap udah mati-matian banting tulang, mana kepikiran sih untuk traveling naik pesawat?

Jadi pertama kali gue naik pesawat itu pas kerja di Sriwijaya Air untuk urusan dines ke Makassar dan itu gratis tis! Semua akomodasi ditanggung kantor, kecuali oleh-oleh. 

Ceritanya setelah 3 bulan jadi pegawai sana, gue yang ada dibagian Quality Controller Service dan membawahi frontliner dan FA (Flight Attendant), dikasih proyek untuk ngasih semacam sosialisasi ke mereka. Mulai dari pelayanan dibagian loket, bagian pasasi, sampai diatas pesawat. Sosialisasi ini berupa penyuluhan supaya para pegawai kerja dengan sungguh-sungguh saat melayani penumpang karena pelayanan yang baik merupakan bagian terpenting dalam bisnis penerbangan disamping safety, tentunya. 

Awalnya sih gue cuma didapuk sebagai PIC proyek. Jadi bikin segala rencana termasuk pendanaannya. Gue yang saat itu masih anak bawang didunia kerjaan, bener-bener masih bingung terutama urusan uang-menguang. Tapi karena dibantu sama rekan-rekan yang baik-baik, alhamdulillah bisa terealisasi sesuai program.

Sosialisasi ini sebenernya terbagi beberapa kelompok. Ada yang ke Surabaya, Pangkal Pinang, Bandung, Semarang, Medan, Makassar. Nah sebagai PIC proyek, suka-suka gue dong mau ikut kelompok mana kan? Huahaha. Jadi gue pilih yang terjauh: Makassar.

"By the way, gimana ya rasanya naik pesawat?" tanya gue dengan polosnya ke beberapa rekan kerja di bagian service.
"Apaa? Kamu belom pernah naik pesawat Tin?" ucap salah satu senior gue.
"Serius?!" timpal yang lain.
"Ya ampuun.. kita malah udah bosen naik pesawat!"

Errghh. "Iyaa mbaakk.. aku belom pernaah.. mau kemana juga naik pesawat, kampungku kan di Jakarta.."

Untungnya ada satu jawaban yang menyejukkan, 

"Nah, itulah manfaatnya kerja di Airlines, Tin. Kamu pasti bakal ngerasain naik pesawat, gratis pulak! Kalaupun nggak dines, setiap tahun kamu juga bakal dapet tiket pesawat gratis ke semua rute Sriwijaya Air untuk 2 orang."

Mata gue berbinar-binar. Walau gaji disana tergolong kecil untuk ukuran Jakarta, tapi gue dapet experience baru!


Part 2
Panic Attacks!


Menjelang keberangkatan ke Makassar, gue sedikit diserang panic attacks. Tiba-tiba malemnya gue nggak bisa tidur ngebayangin besok pagi harus berangkat naik pesawat, ke tempat yang jauh, sendirian. Tanpa orang tua (lebay). Dulu sih sejauh-jauhnya tanpa ortu cuma ke Cepu aja naik kereta dan nggak sendirian juga. Berempat sama para sepupu yang masih seumuran juga (waktu itu gue kelas 1 SMA, masih umur 14 tahun).

Gue pun bolak-balik sms-an sama temen yang memang kerjanya di luar pulau Jawa, jadi dia udah terbiasa banget naik pesawat.

"Tenang aja Tin. Nggak usah ngebayangin aneh-aneh pas dipesawat. Gue aja langsung molor begitu take-off!"

Lha iyak, maybe dia semacam pelor yang nempel bantal langsung molor. Nah gue? Buat bisa tidur aja kudu mastiin badan bener-bener bersih, baju bersih, dan kasur pun harus rapih.

Semaleman itu hampir nggak bisa tidur. Ngebayangin, kalau udah diatas pesawat udah harus berpasrah sama Allah. Mau kabur lewat mana coba kan? Akhirnya gue berdoa dan percaya semua akan baik-baik saja Insya Allah.

Sempet mellow juga pas dadah dadah sama ibu di pool Damri Stasiun Gambir (mungkin ibu lebih mewek dalam hati menyaksikan anak perempuan bungsunya mau pergi sendirian nyebrang pulau).

Sebenernya dines kali ini nggak sendirian juga sih. Bareng sama tiga rekan kerja gue yang sekelompok. Yang satu udah berangkat duluan, yang dua lagi bareng gue dari Soetta. Bisa dibilang yang dines Makassar ini punya tujuan pribadi masing-masing, huahaha!

Personnel kunjungan ke Makassar:
  • Mbak Poppy, mertuanya orang Makassar. Jadi sekalian jenguk mertuanya.
  • Mbak Vina, asli orang Makassar, ortunya pun di Makassar dan dia mau nikah. Jadi aja kan tuh dinesnya dia sekalian pulang kampung sama persiapan nikahannya.
  • Pak Edwin. Katanya sih mau ngejar cinta-nya di Makassar. Huahaha! Ini yang bikin gue ngakak. Pejuang cinta bener-bener ada loh. Padahal gue nyangkanya dia udah punya anak 3, ternyata dia masih belum nikah karena diputusin mantannya orang Makassar. Makanya salah satu misinya dia ke Makassar mau ngajak balikan mantannya.
  • Gue. Nah ini, satu-satunya newbie yang nggak punya kepentingan sama sekali. Nemuin pacar? Nggak, gue jomblo. Nemuin mantan? Yakali mantan gue orang Makassar hahaha. Tapi gue kesana pun bukan tanpa misi pribadi, gue pengen jalan-jalaaan dan kulineran khas Makassar yang terkenal enak. 

Gue sampai bandara Soekarno Hatta Terminal 2B sekitar jam 9 an. Pesawat ke Makassar masih jam 11-an. Sebenarnya itu bukan pertama kali gue menginjakkan kaki di Bandara Soetta. Sebulan sebelumnya gue sempet kesitu untuk ngurus Pass Bandara (setiap pegawai maskapai dan AP, wajib punya. Dan hak akses Pass Bandara ini nggak sama untuk setiap orang, tergantung cakupan kerjanya).

Wait, apa sih Pass Bandara?

Pass Bandara itu adalah ID akses untuk karyawan saat akan memasuki area tertentu di Bandara. Kalau nggak pakai ini, orang nggak boleh sembarangan masuk. Ada beberapa kode-kodenya, seperti A, B, G, P, dan lain-lain. Gue agak lupa sih detailnya, tapi waktu gue sempet dapet akses ke area A, B, C F. 

A untuk akses Area Arrival;
B untuk akses area Boarding Lounge;
P untuk akses area Platform/Landasan Pacu
G untuk akses area Bagian Dalam Gudang Cargo



Tapi beneran sih Pass Bandara ini sakti banget. Gue bisa masuk ke area tersebut tanpa ada hambatan. Bahkan sampai atas pesawatnya pun bisa. Eits, tapi kalau mau naik pesawat ya tetep harus bayar Airport Tax (dulu masih bayar, belum gratis). 

Setelah ketemu sama Mbak Poppy dan Pak Edwin, gue yang newbie ini cuma ngikut mereka. Dari pertama check in, nunggu di boarding gate, sampai naik keatas pesawat.

The time comes. Inilah saat yang paling mendebarkan (yaelah, lebay, hahaha). Gue akhirnya duduk diatas pesawat yang siap lepas landas. Salah satu FA ngasih gue permen katanya itu bisa membantu agar telinga nggak sakit saat ada di ketinggian. Dan.. finally my plane took off.

Rasanya biasa aja sih. Telinga tersumbat sama kayak kalau kita ada didaerah yang tinggi macam puncak. Ternyata diatas pesawat nggak ada yang bisa dilihat. Pantes aja orang yang udah biasa naik pesawat langsung molor aja gitu lepas take off.

Alhamdulillah perjalanan lancar tanpa turbulensi. Hanya beberapa guncangan kecil saat melewati awan. Sekitar 2,5 jam perjalanan, pesawat pun landing di Bandara Sultan Hassanudin Makassar.

MAKASSAR... I'M COMIIIIIING~

Masih di garbarata

Arrival gate Bandara Sultan Hassanudin Makassar



Part 3
Kulineran di Makassar


Kegiatan kerjaan selama di Makassar akan gue skip ya. Udah lupa juga dulu ngapain aja, hahaha.

Malam pertama di Makassar, gue yang harusnya sekamar sama Mbak Poppy tapi dia malam itu nginep dirumah mertuanya. It's okay sih, untung nginepnya di hotel jadi biasa aja. Nggak lama, pintu gue digedor-gedor, ternyata Mbak Vina dan temen sekompinya (masih pegawai Sriwijaya Air Distrik Makassar) nyamperin gue dan ngajak keliling Makassar dan makan malam. Wah mau banget!

Entah pakai mobil pribadi atau kantor, malam itu gue diajak keliling Makassar. Ngelewatin rumahnya Pak Jusuf Kalla juga lho! Cuaca malam hari di Makassar nggak jauh beda sama Jakarta, sama-sama hangat. Cuma Jakarta lebih gerah dan Makassar cenderung hangat karena dekat laut. Tata kota di Makassar nggak banyak berbeda dengan tata kota di kota-kota besar lainnya. Macet? Nggak terlalu sih, hanya jam-jam dan lokasi tertentu aja. Malam itu cenderung lenggang.

Puas keliling sekitar 1 jam, kita diantar ke restoran seafood pinggir Pantai Losari, depan Fort Rotterdam, namanya Kampoeng Popsa. Restoran disisi belakangnya pas menghadap laut. Seger banget! Disana gue langsung pesen salah satu makanan khas Makassar, yaitu Sop Konro. But that night, I was unlucky. Entah kenapa sambel konro-nya basi jadi makanannya kurang enak. Jadi first impression gue terhadap Sop Konro langsung buruk. Padahal sebenernya enak lho, cuma gue pas dapet apesnya aja.

Sop Konro yang harusnya enak tapi sambelnya basi, hiks

Besoknya pas makan siang gue diajak makan Coto Makassar dan sejak saat itu gue langsung jatuh cinta sama Coto Makassar topping paru dan daging! Uenaaakkkk... hampir setiap hari gue selalu minta mampir ke tukang coto. Mau di tempat makan manapun Coto Makassar selalu enak. Tapi, Mbak Vina selalu ngingetin, 

"Kalau makan coto, jangan liat kebawah."
"Kenapa mbak?" kata gue penasaran.
"Coba aja liat kebawah."

Lah? Langsung gue tengok ke bagian bawah kursi. Bener aja, banyak sampah ketupat bertebaran. Yailaah.. hari gini masih buang sampah sembarangan, ditempat makan pulak. Tapi itu nggak serta merta mengurangi kecintaan gue terhadap Coto Makassar sih!

Kuliner lain yang gue coba adalah mi titi. Mbak Poppy yang bungkusin buat gue sepulangnya dia dari rumah mertuanya. 

Penampakan  mi titi. Sorry for bad quality phone camera, 
waktu itu masih pakai BB Gemini :p

Mi titi ini mirip dengan Ifu Mie, tapi mie-nya lebih kecil kecil. Mie nya digoreng dulu dan disiram kuah sup isi ayam, bakso, sayur, dll. Slurp... enak banget. Duh kan sambil nulis blog ini sambil ngebayang rasa mi titi-nya. Pada dasarnya kalau makan ifu mie, gue nggak suka kalau kuahnya disiram ke mie-nya. Jadi mie-nya cukup dicemilin dan diceburin dikut-dikit ke kuahnya. Nah begitu pula dengan mi titi.

Kuliner khas Makassar apalagi yang gue coba di Makassar? Yup, nggak lain nggak bukan adalah Es Pisang Ijo! Makannya dipinggiran Pantai Losari. Nikmat banget kan.. memang semua makanan dari tempat asalnya hampir selalu lebih enak!

Hari terakhir dinas di Makassar, malamnya kita sekompi diajak DM (District Manager) Sriwijaya Air Makassar makan malam disebuah restoran (sayangnya gue lupa namanya). Disana kita disuguhi menu serba seafood! Heaven banget kan!

Gue makan palumara, sup ikan dengan cita rasa pedas. Seger banget dan ikannya juga masih fresh. Ya ampun.. segitu enaknya kuliner Makassar sampai bikin gue nggak bisa move on walau udah bertahun-tahun.

Coto udah, Mi titi udah, Es pisang ijo udah, Sop Konro udah, Palumara udah, next apalagi?

Gue orangnya tipe yang kalau udah suka, bakal tetap setia (ciyeelah), termasuk soal makanan. Jadi karena makanan favorit gue selama di Makassar adalah Coto, jadi gue beberapa kali makan coto. Bahkan pas perjalanan pulang mau ke Bandara aja, gue maksa mampir dulu ke warung coto pinggir jalan. Rasanya tetep enak.

Cemilan Makassar yang sempat gue coba adalah Jalangkote (mirip pastel tapi kulitnya sedikit lebih tebal) dan otak-otak. Gue pun bawa otak-otak buat oleh-oleh ke Jakarta. Semua cemilannya endesss bangett.

Mungkin Makassar salah satu kota dimana makanannya nggak ada yang nggak enak. Semua enak! Semoga gue bisa balik lagi ya untuk nyicip kuliner Makassar di Kota asalnya, aamiin.

Part 4
Jalan-Jalan di Makassar


Mall adalah least favorite gue saat berkunjung ke kota yang pertama kali gue jelajah. Ya ngapain kan, toh Mall di Jakarta udah lengkap dan jauh lebih bagus ketimbang didaerah manapun di Indonesia. Tapi karena di hari pertama tiba di Makassar gue nggak ada kerjaan, jadi aja kita bertiga (Gue, Mbak Poppy, dan Pak Edwin) mampir ke Mall Panakukkang yang bisa diakses dengan jalan kaki aja karena hotel kita deket sama mall itu.

Terus ngapain disana? Gue sih cuma window shopping aja. Mbak Poppy nyari underwear dan Pak Edwin entah cari apa. Mall-nya biasa aja sih, not bigger than Mall in Jakarta. Tapi tergolong besar untuk Mall di Makassar.

Sehari sebelum pulang ke Jakarta, gue dan Mbak Poppy minta dianter ke pusat oleh-oleh. Tau nggak oleh-oleh khas-nya apa? Minyak tawon, kacang disko, dan minuman coklat. Bungkuuss.. kita bawa pulang ke Jakarta ditambah kaos untuk dua ponakan dan ibu. Nggak lupa kita beli otak-otak khas Makassar yang terkenal enak itu.

Siangnya kita diajak Mbak Hermin, Kru SJ Distrik Makassar, ke Trans Studio Makassar. (Fyi, Trans Studio pertama yang gue kunjungi) Terus main gitu di Trans Studio? Pastinya nggak, mahal bok! Kita cuma foto-foto aja di depan booth tiketnya, hahaha. 


Sorenya, Mbak Hermin anter kita ke Pantai Losari untuk lihat sunset. Pantai Losari pada dasarnya bukan pantai pasir putih yang bagus, malah kata Mbak Vina yang warga asli sana,

"Ngapain ki ke Losari? Banyak kecoaknya tauk!"

Tapi ke Makassar tanpa mampir lihat sunset ke Losari rasanya nggak lengkap. Jadi seperti apapun pantainya kita tetep tertarik kesana karena Pantai Losari adalah salah satu ikon Kota Makassar.





Part 5
Coming home


Sekitar 5 hari gue di Makassar. Minggu siang sampai sana dan Jumat pagi pulang. Senin sampai Rabu kerja sambil diselingi sosialisasi. Kamis full jalan-jalan, mulai cari oleh-oleh, ke Trans Studio Makassar, dan ke Pantai Losari. Malemnya kita diantar ke mess untuk istirahat semalam. Kenapa nggak hotel? Jatah hotel kita udah habis, jadi kita ngungsi ke mess-nya Cabin Crew. Besok paginya, kita diantar kembali ke Bandara Sultan Hassanudin Makassar.

Sedih dan senang ketika harus pulang dari Makassar. Sedih karena harus say bye-bye dengan kuliner Makassar yang enak-enak, tapi senang bisa pulang karena udah kangen ibu dan Jakarta. 

Pesawat pun akhirnya take off dan meninggalkan Makassar untuk menuju Jakarta. Bye Bye Makassar! Thanks for your delicious food. Hopefully I could go back again someday! 

No comments:

Post a Comment