Wednesday, October 19, 2011

Sayonara, Anata no Koto no Kioku~!

This is my first story that will include Japanese language quite a few. Shinpai shinai, kanji o tsukwanai yo, kondo wa romaji desu. So what kind of story this way? I have no idea either, suddenly it came up with my mind. So maybe there's no beginning of this one-shot-conversation story.

You still remember about Alice story? Right, you may say it's Japanese version of it. Why bother myself just to write the existing story with different characters? I was about to make another spoiler of Alice story, but it didn't seem too suitable since the story took place in Massachusetts, US and there's no way native Americans would use Japanese in their country to speak with each other.

Setting place: Shinjuku-ward, Tokyo Prefecture, Japan
Casts: Miyaharu Natsuko(宮春夏子), Yamazaki Hikaru (山崎光), Uehara Misaki (上原岬), Satou Hana (砂糖花),

CHAPTER 1 - Two Roads, One crossroad


山崎光 : Matte, Natsuko! Yamerou! Yamenasai!

Hikaru ran, pursuing the running Natsuko, he then gripped her left arm tightly.

宮春夏子 : Hanashite!

She tried to let go off his hand, ignoring him and stubbornly got away but to no avail since he was stronger than her.

山崎光 : Ikanaide!... nanika o iu ze!

宮春夏子 : Nanimo iwanai, zenzen. Kanojo ga matteru, hayaku modorenakya! Watashi wa daijoubu, sugoku daijobu desu...

Tears rolled down on her face unintentionally. Hurt... that's the only thing she felt right now. Just like being cut off by a dull knife.

山崎光 : Datto shitara, naze naiteru?! Koko ni mite kure!

She gasped and immediately wiped the tears. Giving up, she finally turned her back away and laboriously looked at the face that she would not see the most.

宮春夏子 : Anata wa nanimo wakacchainai! Oshiereba mada wakacchainai! Soshite anata ga shiru hitsuyou wa inai! Hanashite, onegai...

Her sight looked all blurry, she could not even prevent the tears from falling. Hikaru was bit surprised but he had no choice but to release her hand. She ran and ran, bringing along all pain she held for so long. Finally she realized that it was the time to completely let go off him and close the book of memory of them, forever.

* * *

RIIIIIIIING~ A sudden voice that came from no where ringing. Natsuko immediately opened her eyes and pushed the turn-off button of the alarm to snooze it away. She took a deep breath and breathed it out. 

宮春夏子 : Yume ka? Tsukareta...

KNOCK KNOCK KNOCK. A door knocked. 

お母さん : Natsuko, Misaki-chan ga kuru wa yo... anata mou okite deshou? She waits in living room, Dear. Let's change clothes and meet her!

That's the voice of her mother telling her that someone's coming.

宮春夏子 : Hai, okita desu... doushite aitsu koko ni konai no?

お母さん : Saa ne... chotto isogashii mitai. Anata to iku n deshou? 

She tried to remember what promise she had made to her best friend. 

宮春夏子: Ara-! *facepalms* Hai, hai, oboete yo! juu-fun de okay da, aitsu ni oshiete kureru~

お母さん : Ii yo. Toriaezu, hayaku!

(to be continued...)



Tuesday, October 11, 2011

And I Failed Again For the Numerous Times

Sesuai dengan janji gw dua minggu lalu yah, gw akan ngasih tau kelanjutan dari tahapan rekruitasi di PT. XYZ itu. Seperti yang udah gw duga, ternyata kali ini pun gw belum beruntung. Gw gagal lagi untuk ke proses selanjutnya. 

Gagal, gagal, dan gagal. Ini udah kesekian kalinya gw gagal dalam tes kerja. Jujur, gw sempet down, tapi gw berusaha berkhusnuzon dan mengambil hikmah dibalik semua kegagalan ini. Gw percaya sama pribahasa, 

"Gagal adalah kunci menuju sukses selama kita tak berhenti mencoba."



Inget Thomas Alfa Edison yang gagal pada percobaan 9999 bohlam lampunya sebelum akhirnya dia berhasil? Ingat juga Michael Jordan yang 9000 kali gagal memasukkan bola ke ring sebelum akhirnya menjadi bintang NBA? 

Gw percaya itu. Gw nggak akan terlarut dalam kegagalan ini. Gw akan berusaha lebih baik lagi dengan seluruh kemampuan. Inna ma'al usri yusro, sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Kuncinya adalah sabar, ikhlas, dan jangan pernah menyerah. Semangat!


Tuesday, October 04, 2011

My [Damned] Colorful Day

October 3, 2011

What's more I could say towards this day? Red, blue, grey, and even black colored the first day of the week!

Hari Senin itu dimulai dengan pertandingan big match yang gw tunggu-tunggu antara tim kesayangan gw Juventus melawan rival terberatnya di Serie A, AC Milan. Berbekal tidur cuma 2 jam kurang, mata gw tumben-tumbennya langsung refleks terbuka lebar saat alarm di hape bunyi sekitar jam 01.30 WIB. Tanpa buang waktu, gw pun segera menyetel channel yang menyiarkan il grande partita itu.

Pertandingan ternyata udah dimulai. Dengan deg-degan gw menyaksikan jalannya pertandingan. Swear, gw kaget dengan permainan anak-anak Juventus ini. Mainnya bener-bener impresif dan militan! Jarang ya gw ngeliat Juve kayak gini beberapa tahun terakhir yang bener-bener sangat ngotot untuk menang. Well, mungkin gw akan cerita tentang jalannya il grande partita ini pada post selanjutnya. Intinya Juve menang 2-0. Gw sangat bersyukur sekaligus senang karena ini bakal jadi mood-booster gw selama seminggu. 

Pertandingan selesai sekitar jam 4 pagi dini hari. Tadinya gw mau tidur sebentar, tapi ternyata nggak ngantuk plus udah adzan Subuh. Akhirnya gw solat dulu dan berencana tidur setelahnya, seenggaknya satu jam lah soalnya gw harus berangkat pagi-pagi untuk menghadiri undangan tes dari suatu bank BUMN yang tempatnya lumayan jauh dari rumah. Ternyata gw nggak bisa tidur karena masih terlarut dalam euforia kemenangan. Dodol ya, bukan nyiapin buat tes malah terlena sama pertandingannya Juve. 

Jam 06.15 pun gw berangkat dari rumah dan langsung menuju shelter busway terdekat. Ya, inilah kendaraan andalan gw karena gw nggak bisa nyetir motor atau mobil. Singkatnya, gw baru mulai tes sekitar jam 10.30'an lah. 

Jadi ceritanya hari itu gw dijadwalkan untuk tes tahap 4 di bank punya pemerintah itu, yaitu Leaderless Group Disucssion atau disingkat LGD. Jujur sih, sebenernya gw udah pengen mundur dari tahapan rekruitasi disini dari awal karena gw agak nggak yakin. Selain nggak yakin karena sistem kontrak yang bisa dibilang sangat mengikat, gw pun denger beberapa 'cerita miring' tentang bank ini. Ya, pada awalnya gw milih untuk bersikap "Whatever you say lah." Tapi entah kenapa setelah interview awal berakhir, gw kok rada ngerasa nggak yakin. Apalagi pas dia nanya, 

"Bersedia ditempatkan diseluruh Indonesia?"
"Umm... Ya."

Gw ngerasa udah ngasih jawaban bullshit yang nggak dari hati. Apa gw tega melancong jauh-jauh dan ninggalin nyokap gw di Jakarta sendiri? Oke lah, sekarang masih ada kakak, tapi rencananya kakak gw mau pindah tahun depan dan otomatis tinggal kita berdua doang disini. Kalo gw melancong ke ujung Indonesia atau somewhere in it, nyokap gw kasian lah. Selain itu udah cukup lah gw ninggalin nyokap selama 5 tahun untuk kuliah, masa iya gw harus miber sana-sini lagi. 

Setelah berpikir jernih dan mencoba mempertimbangkan saran dari temen gw yang pernah kerja disana, gw pun mulai ragu. Bukan karena gw berhasil dipengaruhi, tapi gw punya alasan yang sangat logis. Ternyata gw berhasil melewati hingga tahap 3, karena gw anggep itung-itung latihan lah. Nah pas tahap 4 ini keraguan gw makin menjadi. Keinginan untuk nggak ngelanjutin rekruitasi disini pun makin membuncah. Pada malem sebelum tes, bukannya belajar sesuatu, gw malah buka-buka berita sepakbola, ngeliat gimana persiapan Juve untuk pertandingan besoknya. Dan gw pun sempet buka thread yang kontra dengan bank tersebut. Entah gw cuma pengen berusaha nyari pembelaan atau apa, pokonya gw jadi semakin yakin kalo gw nggak pengen disana. Tapi gw masih tetep berharap yang terbaik dari-Nya. 

Keraguan gw pun menjadi kenyataan. Saat tes dimulai, entah kenapa ada suatu inexplicable effect yang terjadi sama gw. Emang sih FGD, LGD, atau sejenisnya adalah salah satu tes kerja yang paaaaaling nggak gw suka. Tapi biasanya gw masih bisa mengatasinya. Nah yesterday seemed to be the opposite. Inexplicable effect itu muncul saat gw mulai baca kasus yang dikasih. Tiba-tiba aja tangan gw gemeteran, otak nggak fokus, dan pengen lari dari tempat itu. Akhirnya waktu untuk menganalisis sendiri habis sementara gw hampir belom nulis kesimpulan apa-apa di kertas. Gw nggak bisa menganalisis kasusnya, entah kenapa. Ide sama sekali nggak muncul dari otak. Akhirnya gw nyerah dan akting sok cool, sambil dengerin temen-temen yang lain ngeluarin pendapatnya. Selama yang lain sibuk bercas-cis-cus ngeluarin pendapat, tiba-tiba gw ngerasa mual. Darah seakan ninggalin kepala (gw yakin kalo gw ngaca saat itu, muka gw pasti keliatan pucet), dan parahnya gw mau muntah. Pala terasa pusing dan satu-satunya yang kepikiran diotak gw adalah gimana caranya gw bisa keluar dari ruangan itu dan nggak balik-balik lagi. Gw terus ngerasa begitu sampai akhirnya giliran gw untuk mengemukakan pendapat pun tiba. Logisnya, kalo gw sendiri sama sekali nggak tau apa yang mau diomongin, gimana gw bisa ngeluarin pendapat? Coretan dikertas itu sama sekali nggak ada kesimpulannya dan super kacau. Tapi gw harus ngomong tanpa tau apa yang harus diomongin. I took a very deep breath and carefully said, "Bla... bla... bla...". Super singkat dan sama sekali nggak berbobot. I knew that, the only thing I wanted was getting out that room sooner. Gw bahkan nggak peduli lagi dengan tes itu. Disisa diskusi pun gw lebih milih diem. Saat itu gw memutuskan kalo gw nggak akan lanjut ke tahap selanjutnya. And that's very obvious. Gw satu-satunya yang 'menonjol' kepasifannya dan yakin lah si penilai udah nyoret nama gw saat itu juga. 

Tes pun selesai dan gw segera ingin meninggalkan gedung yang super gede itu. Gw ngerasa pusing dan nyesel dengan performa gw yang payah-sepayah-payahnya. Tapi jauh dilubuk hati, gw ngerasa lega. Seakan ini mempertegas keraguan gw untuk kerja disini. Kaget ya kok bisa-bisanya gw menghancurkan performa gw sendiri separah itu. Tapi itulah yang terjadi. 

Sepulang dari sana, gw kira kebete-an gw udah berakhir (bete karena kedodolan gw di LGD tadi). Tapi ternyata itu belum selesai. Jadi gw mampir ke Plaza Semanggi untuk solat karena gw yakin waktunya nggak akan keburu kalo solat dirumah. Trus juga perut gw keroncongan dan tergoda untuk makan di restoran seafood favorite gw. Udah kebayang ya 'Cumi Goreng Cabai Garam' yang super enak itu dipikiran gw. Nyampe di restoran, gw pun duduk sendiri (maklum lah, namanya juga jomblo, jadi ngeresto pun sendiri ). Sebenernya gw ngajakin salah satu sahabat gw dari jaman SMA, tapi dia nggak bisa. Tanpa buang-buang waktu, gw segera manggil pelayannya dan memesan menu favorit gw itu. Tapi apa yang terjadi? Si mbaknya bilang,

"Cumi-nya lagi nggak ada Mbak."

Damn. Tujuan gw dateng ke restoran ini kan cuma mau makan itu. 

"Nggak ada?" dengan sorot kecewa gw pun kembali ngeliat daftar menu dan nyari menu lain dengan harga yang tetep 'bersahabat' tapi enak. Oke, disana ada Ayam Fillet Cabe Kering. Gw pun pesen itu. Dan apa jawaban si waitress? 

"Fillet-nya juga nggak ada. Ikan aja Mbak..."

Amit-amit. Ini restoran niat jualan nggak sih? Masa semuanya nggak ada! Gw udah kesel aja pengen pergi dari restoran ini, selain karena mood gw yang lagi super nggak bagus. Tapi nggak lucu juga dong udah duduk tiba-tiba pergi. Gw pun terpaksa ngeliat menu yang udah nggak menarik perhatian gw itu. Akhirnya mata gw tertuju pada kata "Omelet Seafood" dengan harga yang sama dengan cumi favorit gw dan ayam fillet itu. 

"Omelet seafood deh, minumnya es teh tawar."

Si waitress nyatet pesenan gw di semacam iTouch or whatever itu lah. Gw masih nggak yakin sama yang gw pesen sebenernya dan masih nyari-nyari menu lain.

"Baik, Mbak, saya ulang ya pesenannya. Nasi putih satu, omelet seafood satu, dan es teh tawar satu."
"Eh omelet seafood-nya kayak apa ya?" 

Gw penasaran karena gw kira omelet seafood itu telur dadar yang diisi berbagai seafood yang bikin membangkitkan selera makan.

"Semacam fu yung hai gitu.."
"Haa?" 

Gw kaget. Gw nggak suka saus fu yung hai karena rasanya bener-bener ngebosenin. Akhirnya gw cari menu lain dan pengen ngerubah pesenan gw.

"Umm... saya ganti deh Mbak, pesen Udang Goreng Cabai Garam aja." gw pun ngalah ngeluarin uang lebih daripada harus makan fu yung hai.

Tapi tau nggak si waitress itu jawab apa?

"Nggak bisa Mbak, pesenannya udah tercetak."

HELL. Apa dia bilang? Seketika gw langsung naik darah tapi thanks to my very good emotion controller, gw pun masih bisa menahan kebetean gw yang hampir meluap itu. 

"Nggak bisa? Saya nggak bisa ngerubah pesenan?"
"Iya."

Tanpa ngomong maaf atau apa si waitress itu berkata dengan sok innocent-nya yang bikin gw pengen segera pergi dari tempat itu. Macam apa lagi ini? Masa pelanggan nggak boleh ngerubah pesenan? Padahal kan makanan belum dibikin. Sempet kepikiran untuk protes ke supervisornya, tapi gw urungkan niat gw itu karena nggak mau nyari gara-gara. 

Dengan ekspresi yang udah terlanjur sebel, gw pun bilang. "Ya udah lah, itu aja."
Si waitress pun ngulang pesenan gw. Tanpa senyum, gw pun cuma nanggepin dengan ekspresi datar.

Akhirnya setelah sekitar 30 menit nunggu (sumpah ini tambah bikin emosi), pesenan pun datang. Mau tau bentuk omelet yang sama sekali nggak membangkitkan selera makan itu? 


Entah ya gimana kalian ngeliatnya, yang jelas gw sama sekali kecewa lantaran harga dan menu yang kurang sesuai itu. Bagi gw ini nggak lebih dari telur dadar yang dicampur tepung dan dikasih udang kecil beberapa buah dan disiram saus fu yung hai. 

Mungkin not so bad rasanya, tapi buat gw yang emang udah bete sama si waitress, bikin gw ilang feeling buat makan. Tau gini gw mending makan di restoran Jepang yang karuan memuaskan deh. Dengan agak terpaksa gw pun makan. Nggak begitu selera sih karena tiba-tiba aja gw ngerasa kenyang. Tapi tetep gw paksa untuk makan dan hasilnya gw pun ngerasa 'eneg'. 

Hah. What a day. Setelah paginya gw bersuka cita atas kemenangan Juve, seharian setelahnya adalah hari terburuk gw. Serentetan kejadian menyebalkan terjadi. Tapi okelah, seenggaknya kemenangan itu masih bisa jadi pengobat hati bagi gw walaupun lagi-lagi kegelisahan melanda,

"WHAT? IT'S OCTOBER ALREADY??!!!"